KOTA KENDARI

Profil - Sejarah Kota Kendari
Terbentuknya Kota Kendari diawali dengan terbukanya Teluk Kendari menjadi pelabuhan bagi para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis yang datang berdagang sekaligus bermukim di sekitar Teluk Kendari. Fenomena ini juga didukung oleh kondisi sosial politik dan keamanan di daerah asal kedua suku bangsa tersebut di kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone.

Pada awal abad ke-19 sampai dengan kunjungan Vosmaer (seorang Belanda) pada tahun 1831, kendari merupakan tempat penimbunan barang (pelabuhan transito). Kegiatan perdagangan kebanyakan dilakukan oleh orang Bajo dan Bugis yang menampung hasil bumi dari pedalaman dan dari sekitar Teluk Tolo (Sulawesi Tengah). Barang-barang tersebut selanjutnya dikirim ke Makassar atau ke kawasan Barat Nusantara sampai ke Singapura.

Berita tertulis pertama Kota Kendari diperoleh dari tulisan Vosmaer (1839) yang mengunjungi Teluk Kendari untuk pertama kalinya pada tanggal 9 Mei 1831 dan membuat peta Teluk Kendari. Sejak itu Teluk Kendari dikenal dengan nama Vosmaer’s Baai (Teluk Vosmaer). Vosmaer kemudian mendirikan Lodge (Loji=kantor dagang) di sisi utara Teluk Kendari. Pada tahun 1832 Vosmaer mendirikan rumah untuk Raja Laiwoi bernama Tebau, yang sebelumnya bermukim di Lepo-lepo.

Mengacu pada informasi tersebut, maka Kota Kendari telah ada pada awal abad ke-19, dan secara resmi menjadi ibu kota Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832, ditandai dengan pindahnya istana Kerajaan Laiwoi di sekitar Teluk Kendari; dengan demikian, Kota Kendari sebagai ibu kota sudah berusia sekitar 176 tahun, dan jauh sebelum itu telah ada perkembangan sejarah masyarakat di wilayah Kota Kendari sekarang ini.

Kota  kendari dalam berbagai dimensi dapat dikatakan sudah cukup tua. Hal  didasarkan pada beberapa sumber baik secara lisan maupun dokumentasi. Jika Kota Kendari dilihat dari fungsinya, maka dapat disebut sebagai kota dagang, kota pelabuhan, dan kota pusat kerajaan. Kota Kendari sebagai kota dagang merupakan fungsi yang tertua baik sumber lisan dari pelayar Bugis dan Bajo maupun dalam Lontara’ Bajo, dan sumber penulis Belanda (Vosmaer,1839) dan penulis Inggris (Heeren, 1972) menyatakan bahwa para pelayar Bugis dan Bajo telah melakukan aktivitas perdagangan di Teluk Kendari pada akhir abad ke-18 ditunjukkan adanya pemukiman kedua etnis tersebut disekitar Teluk Kendari pada awal abad ke-19. Sebagai fungsi kota pelabuhan dapat dikatakan pada awal abad ke-19, menyusul fungsi Kota Kendari sebagai kota pusat Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832 ketika dibangunnya istana raja di sekitar Teluk Kendari.

Pada waktu Mokole Konawe Lakidende  wafat maka Tebau Sapati RanomeEto sudah mengaggap diri sebagai kerajaan sendiri lepas dari kerajaan konawe, dan sejak itu pula Tebau Sapati RanameEto mengadakan hubungan dengan pihak belanda yang kemudian pada waktu belanda datang di wilayah RanomeEto diadakanlah perjanjian dengan Belanda di tahun 1858 yang ditanda tangani oleh ”Lamanggu raja Laiwoi” dan di pihak belanda ditandatangani oleh A.A. Devries atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dan di tahun 1906 pelabuhan Kendari yang dulunya dikenal dengan nama ”Kampung Bajo” dibuka untuk kapal-kapal Belanda. Dengan demikian mengalirlah pedagang-pedagang Tiong Hoa datang ke Kendari. Perhubungan jalan mulai dibangun sampai kepedalaman. Raja diberi gelar Raja Van Laiwoi dan rakyat mulai di resetle membuat perkampungan dipinggir jalan raya. Kendari berangsur-angsur dibangun jadi kota dan tempat-tempat kedudukan district Hoofd.

Kota Kendari dimasa Pemerintahan kolonial Belanda merupakan ibukota kewedanaan dan ibukota onder Afdeling Laiwoi yang luas wilayahnya pada masa itu kurang lebih 31,420 km2. Sejalan dengan dinamika perkembangan sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan laut antar pulau, maka kendari terus tumbuh menjadi ibukota Kabupaten dan masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dengan keluarnya Undang-undang nomor 13 tahun 1964 terbentuklah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kendari ditetapkan sebagai ibukota Provinsi yang terdiri dari 2 (dua) wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dengan luas wilayah 76,760 km2.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1978 Kota Kendari ditetapkan menjadi Kota Administratif yang meliputi 3 (tiga) wilayah Kecamatan dengan luas wilayah 187,990  km2 yang meliputi Kecamatan Kendari, Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Poasia.

Selama terbentuknya Kota  Kendari, berturut-turut menjadi Walikota sebagai berikut : 1    H. MANSYUR PAMADENG             Tahun 1978 - 1979
2          Drs. H.M. ANTERO HAMRA                     Tahun 1980 - 1985
3          Drs. H. ANAS BUNGGASI                          Tahun 1985 – 1988
4          H. ADY MANILEP  Pelaksana Tugas         Tahun 1988 – 1991
5          Drs. A. KAHARUDDIN      Pelaksana Tugas         Tahun 1991 – 1992
6          Drs. USMAN SABARA       Pelaksana Tugas         Tahun 1993 – 1995
7          Drs. H. LM. SALIHIN SABORA                Tahun 1993 – 1995
8          Kol. (Inf) A. RASYID HAMZAH   Pelaksana Tugas         Tahun 1995
Melalui perjuangan panjang dan tekad warga kota untuk merubah status kota administratif menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II sebagai daerah otonom, maka dengan keluarnya undang-undang No. 6 tahun 1995 tanggal           3 Agustus 1995 Kota Administratif Kendari ditetapkan menjadi Kotamadya Dati II Kendari yang diresmikan oleh Bapak Mentri Dalam Negeri pada tanggal 27 September 1995 dan tanggal ini pula ditetapkan sebagai hari lahirnya Kotamadya Dati II Kendari.

Dengan terbentuknya Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari, maka sebagai Walikotamadya KDH Tk.II Kendari, berturut-turut :

1.    Drs. LASJKAR KOEDOES Pj. Walikotamadya KDH Tk. II Kendari sejak 20 September 1995 sampai              27 September 1996 Ketua DPRD Bapak Letkol (Laut) SOEKARNO, SH dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 20 orang.
2.    Drs. H. MASYHUR MASIE ABUNAWAS, Walikota Kendari mulai 27 September 1996 - tahun 2001 sebagai ketua DPRD-nya Letkol (Laut) SOEKARNO, SH
Hasil PEMILU Tahun 1999 menetapkan sebagai Ketua DPRD terpilih adalah Bapak H. HAERUDDIN PONDIU dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 25 orang.
3.    Drs. H. A. KAHARUDDIN, Pj Walikota Kendari       Tahun 2002
4.    Drs. H. MASYHUR MASIE ABUNAWAS, M.Si, Walikota Kendari dan Ir. ANDI MUSAKKIR MUSTAFA, MM sebagai Wakil Walikota mulai tahun 2002 – 2007 dan dari hasil PEMILU tahun 2003 menetapkan sebagai Ketua DPRD Bapak BACHRUN KONGGOASA dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 30 orang.
5.    Ir. H. ASRUN, M. Eng. Sc. sebagai Walikota dan          H. MUSADAR MAPPASOMBA, SP., MP. Wakil Walikota Kendari periode 2007-2012 yang dilantik pada tanggal 8 Oktober 2007 oleh Gubernur atas nama Mendagri.

Sejak, Kota Kendari mulai dikenal sejak itu pula dimulai pembangunan secara bertahap sesuai dengan kondisi waktu itu hal ini tentunya tidak luput dari perkembangan penduduk dan dinamika pembangunan yang dibuktikan dengan adanya pemekaran wilayah mulai dari luas 31,420 Km2 sampai luas 295,89 Km2.

Secara Administratif  Kota Kendari berbatasan dengan:
    Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia dan Kecamatan Sampara
    Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
    Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
    Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sampara, Kecamatan Ranomeeto dan Kecamatan Konda.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Maka istilah Dati II dan Kotamadya berubah menjadi Kabupaten/Kota.

Kota Kendari hingga saat ini telah mempunyai 10 (sepuluh) Wilayah Kecamatan dan 64 Kelurahan, Jumlah penduduk Kota Kendari Tahun 2006 berjumlah kurang lebih 244.586 jiwa terdiri 119.529 jiwa laki-laki dan 125.057 jiwa perempuan dengan tingkat pertumbuhan Ekonomi tahun 2006 mencapai 7,64%. Kota Kendari didiami oleh 4 kelompok suku besar yaitu Tolaki, Muna, Buton, Bugis-Makassar, namun yang unik bahwa semua etnis yang ada diwilayah Indonesia dapat dijumpai di Kota Kendari.

Heterogenitas masyarakat yang sangat membanggakan adalah masyarakatnya selalu ingin hidup berdampingan dengan damai menjaga persatuan dan kesatuan, sehingga stabilitas daerah tetap terjaga dengan baik; hal ini merupakan modal dasar untuk melakukan pembangunan demi kemajuan dan perkembangan kota dimasa sekarang dan yang akan datang.

Untuk mengantisipasi kemajuan perkembangan pembangunan, Pemerintah Kota bersama masyarakat membangun Visi Kota Kendari kedepan yaitu: ”MEWUJUDKAN KOTA KENDARI TAHUN 2020 SEBAGAI KOTA DALAM TAMAN YANG BERTAKWA, MAJU, DEMOKRATIS, MANDIRI DAN SEJAHTERA”.

”KOTA YANG MAJU”, artinya Kota ini harus dapat berkembang  sejajar dengan kota-kota lain dalam konteks paradigma yang berlaku, kondisi sosial, ekonomi dan budayanya yang maju, tetapi lingkungan fisik juga terpelihara dengan baik,

”DEMOKRATIS” berarti kota yang dapat menerima perbedaan, mengembangkan keterbukaan, mendorong partisipasi masyarakat serta memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk megembangkan potensi dirinya, serta pemerintahan yang dapat mengakomodir segala permasalahan dan persoalan yang ada dalam wilayahnya.

”MANDIRI” berarti kota ini tidak berdiri sendiri dan kerjasama atau kemitraan baik interen maupun eksteren. Diantara komponen warga kota dapat mengembangkan kemitraan, begitu juga kemitraan dengan kota-kota lain.

”SEJAHTERA”, bahwa kota ini harus dapat memberikan kesejahteraan bagi warganya baik secara lahir maupun batin. Untuk mendukung visi kota, maka visi yang akan diemban adalah ”(1) misi lingkungan (2) misi sosial kemasyrakatan (3) misi pelayanan (4) misi perekonomian (5) misi profesionalisme aparat dan (6) misi kepemerintahan yang baik (Good Governance)”.

Kemudian misi tersebut diimplementasikan kedalam 3 (tiga) strategi pendekatan yang meliputi;
1. Peningkatan kualitas SDM, yang meliputi aspek head, heart, dan hand.
2. Catur Bina, yang meliputi bina spiritual, bina sosial ekonomi, bina fisik/lingkungan, dan bina kamtibmas.
3. Peningkatan Daya Saing Kota, meliputi aspek ethics and law enforcement, employment, environment, equity and engegement.
Demikianlah selayang pandang Kota Kendari yang kita cintai ini.

Lambang Kota Kendari
1. Lambang Daerah ini berbentuk perisai segi lima sama sisi (yang menyelimuti seluruh unsur logo) yang bermakna bahwa pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam menyelenggarakan pembangunan dijiwai dan bernapaskan asas Pancasila.

2. Lambang daerah dimaksud terdapat bagian-bagian yang merupakan simbol-simbol sebagai berikut :

a.  G o n g :
Gong melambangkan sejarah masa lalu yang bermakna kekeluargaan dan kegotong-royongan; Bahwa pemerintah dan rakyat selalu seirama dalam menentukan gagasan kebutuhan hidup masyarakat.

b.  Pilar :
Pilar melambangkan masa kini/zaman pembangunan yang bermakna kekuatan hidup, kemasyarakatan melalui pembangunan dalam segala aspeknya;
Tangga berteras enam yang menggambarkan nomor Undang-undang pembentukan Kota Kendari yaitu Tahun 1995 Nomor 6;
Tiang pilar bagian luar bergerigi sembilan dan dalamnya bergerigi lima yang menggambarkan tahun pembentukan Kota Kendari yaitu tahun 1995.

c.  Kubah :
Kubah melambangkan masa depan yang bermakna kejayaan yang gilang-gemilang bagi warga masyarakatnya;

d.  Kalosara :
Kalosara melambangkan kebudayaan daerah yang bermakna kejayaan masyarakat Kotamadya Kendari dijiwai oleh kesatuan dan persatuan.

e.  Bintang :
Bintang melambangkan keimanan dan ketaqwaan serta wawasan keilmuan bagi masayarakat yang menjiwai dan memberi semangat bagi segala gerak masyarakat dalam kehidupan yang jaya itu.

d.  Padi Kapas :
Padi dan Kapas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang bermakna cukup makan, cukup sandang, cukup papan, sebagai manifestasi potensi alam yang kaya diaktualisasikan melalui kerja keras dan penggunaan ilmu dan teknologi.

Dalam lambang daerah tersebut juga terdapat warna-warni yang merupakan simbol-simbol sebagai berikut :

a.  Biru Laut :
Warna Biru Laut (warna dasar logo) menggambarkan suasana kesejukan dan ketentraman serta pandangan yang jauh kedepan;

b.  H i t a m :
Warna Hitam pada gong menggambarkan suasana kehidupan yang mantap dan stabil tidak goyah;

c.  P u t i h :
Warna putih pada pilar-pilar menggambarkan bahwa pembangunan yang kini dilancarkan berdasar pada pandangan kesucian, kemurnian, dan keadilan sebagai tuntutan kehidupan yang diridhoi oleh ajaran-ajaran agama;

d.  Kuning Emas:
Warna Kuning emas pada kubah maupun bintang menggambarkan kekuasaan, kejayaan keindahan dan keharuman yang menyelimuti kehidupan, masyarakat yang merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia di bumi ini;

e.  Kuning, Putih, Hijau:
Warna Kunig, Putih, Hijau pada padi dan kapas bermakna bahwa suasana kehidupan yang makmur dan sejahtera senantiasa diliputi oleh suasana kehidupan yang lestari, tumbuh berkembang, ber- kesinambungan;

f.  M e r a h :
Warna merah pada tulisan Kota Kendari melambangkan semangat keberanian yang menggelora pemerintah dan masyarakat dalam membangun segala aspek kehidupan masyarakat Kota Kendari.

Peta Kota Kendari.

Visi & Misi
Visi

"MEWUJUDKAN KENDARI TAHUN 2020 SEBAGAI KOTA DALAM TAMAN YANG MAJU, DEMOKRATIS DAN SEJAHTERA"

Orientasi Visi Kota Kendari merupakan perpaduan antara paradigma pembangunan kota yang berkelanjutan, dimana terjadi keselarasan unsur alam, manusia dan kebudayaan dengan kebanggaan dan harapan masyarakat Kota Kendari.

"Kota Dalam Taman", adalah ungkapan yang merefleksikan sekaligus mengabadikan kebanggaan, potensi dan kekhasan Kota Kendari, yakni 'hutan dan teluk' yang laksana "sabuk-hijau" (green belt) melingkari Kota Kendari. Eksistensi 'sabuk-hijau' tersebut bukan saja menjadi jati diri kota, tapi sekaligus memiliki fungsi-fungsi yang integratif (satu kesatuan), yang secara fisik maupun sosial-ekonomi memberikan jaminan keberlanjutan (sustainabilitas) Kota Kendari.

Misi

Adapun Misi yang diemban untuk mewujudkan Visi tersebut adalah :
(1)    Misi Lingkungan ;
(2)    Misi Sosial Kemasyarakatan ;
(3)    Misi Pelayanan ;
(4)    Misi Perekonomian ;
(5)    Misi Profesionalisme Aparat ;
(6)    Misi Kepemerintahan yang Baik (Good Governance);