PROP SULAWESI TENGGARA

KOTA KENDARI

Profil - Sejarah Kota Kendari
Terbentuknya Kota Kendari diawali dengan terbukanya Teluk Kendari menjadi pelabuhan bagi para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis yang datang berdagang sekaligus bermukim di sekitar Teluk Kendari. Fenomena ini juga didukung oleh kondisi sosial politik dan keamanan di daerah asal kedua suku bangsa tersebut di kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone.

Pada awal abad ke-19 sampai dengan kunjungan Vosmaer (seorang Belanda) pada tahun 1831, kendari merupakan tempat penimbunan barang (pelabuhan transito). Kegiatan perdagangan kebanyakan dilakukan oleh orang Bajo dan Bugis yang menampung hasil bumi dari pedalaman dan dari sekitar Teluk Tolo (Sulawesi Tengah). Barang-barang tersebut selanjutnya dikirim ke Makassar atau ke kawasan Barat Nusantara sampai ke Singapura.

Berita tertulis pertama Kota Kendari diperoleh dari tulisan Vosmaer (1839) yang mengunjungi Teluk Kendari untuk pertama kalinya pada tanggal 9 Mei 1831 dan membuat peta Teluk Kendari. Sejak itu Teluk Kendari dikenal dengan nama Vosmaer’s Baai (Teluk Vosmaer). Vosmaer kemudian mendirikan Lodge (Loji=kantor dagang) di sisi utara Teluk Kendari. Pada tahun 1832 Vosmaer mendirikan rumah untuk Raja Laiwoi bernama Tebau, yang sebelumnya bermukim di Lepo-lepo.

Mengacu pada informasi tersebut, maka Kota Kendari telah ada pada awal abad ke-19, dan secara resmi menjadi ibu kota Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832, ditandai dengan pindahnya istana Kerajaan Laiwoi di sekitar Teluk Kendari; dengan demikian, Kota Kendari sebagai ibu kota sudah berusia sekitar 176 tahun, dan jauh sebelum itu telah ada perkembangan sejarah masyarakat di wilayah Kota Kendari sekarang ini.

Kota  kendari dalam berbagai dimensi dapat dikatakan sudah cukup tua. Hal  didasarkan pada beberapa sumber baik secara lisan maupun dokumentasi. Jika Kota Kendari dilihat dari fungsinya, maka dapat disebut sebagai kota dagang, kota pelabuhan, dan kota pusat kerajaan. Kota Kendari sebagai kota dagang merupakan fungsi yang tertua baik sumber lisan dari pelayar Bugis dan Bajo maupun dalam Lontara’ Bajo, dan sumber penulis Belanda (Vosmaer,1839) dan penulis Inggris (Heeren, 1972) menyatakan bahwa para pelayar Bugis dan Bajo telah melakukan aktivitas perdagangan di Teluk Kendari pada akhir abad ke-18 ditunjukkan adanya pemukiman kedua etnis tersebut disekitar Teluk Kendari pada awal abad ke-19. Sebagai fungsi kota pelabuhan dapat dikatakan pada awal abad ke-19, menyusul fungsi Kota Kendari sebagai kota pusat Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832 ketika dibangunnya istana raja di sekitar Teluk Kendari.

Pada waktu Mokole Konawe Lakidende  wafat maka Tebau Sapati RanomeEto sudah mengaggap diri sebagai kerajaan sendiri lepas dari kerajaan konawe, dan sejak itu pula Tebau Sapati RanameEto mengadakan hubungan dengan pihak belanda yang kemudian pada waktu belanda datang di wilayah RanomeEto diadakanlah perjanjian dengan Belanda di tahun 1858 yang ditanda tangani oleh ”Lamanggu raja Laiwoi” dan di pihak belanda ditandatangani oleh A.A. Devries atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dan di tahun 1906 pelabuhan Kendari yang dulunya dikenal dengan nama ”Kampung Bajo” dibuka untuk kapal-kapal Belanda. Dengan demikian mengalirlah pedagang-pedagang Tiong Hoa datang ke Kendari. Perhubungan jalan mulai dibangun sampai kepedalaman. Raja diberi gelar Raja Van Laiwoi dan rakyat mulai di resetle membuat perkampungan dipinggir jalan raya. Kendari berangsur-angsur dibangun jadi kota dan tempat-tempat kedudukan district Hoofd.

Kota Kendari dimasa Pemerintahan kolonial Belanda merupakan ibukota kewedanaan dan ibukota onder Afdeling Laiwoi yang luas wilayahnya pada masa itu kurang lebih 31,420 km2. Sejalan dengan dinamika perkembangan sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan laut antar pulau, maka kendari terus tumbuh menjadi ibukota Kabupaten dan masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dengan keluarnya Undang-undang nomor 13 tahun 1964 terbentuklah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kendari ditetapkan sebagai ibukota Provinsi yang terdiri dari 2 (dua) wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dengan luas wilayah 76,760 km2.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1978 Kota Kendari ditetapkan menjadi Kota Administratif yang meliputi 3 (tiga) wilayah Kecamatan dengan luas wilayah 187,990  km2 yang meliputi Kecamatan Kendari, Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Poasia.

Selama terbentuknya Kota  Kendari, berturut-turut menjadi Walikota sebagai berikut : 1    H. MANSYUR PAMADENG             Tahun 1978 - 1979
2          Drs. H.M. ANTERO HAMRA                     Tahun 1980 - 1985
3          Drs. H. ANAS BUNGGASI                          Tahun 1985 – 1988
4          H. ADY MANILEP  Pelaksana Tugas         Tahun 1988 – 1991
5          Drs. A. KAHARUDDIN      Pelaksana Tugas         Tahun 1991 – 1992
6          Drs. USMAN SABARA       Pelaksana Tugas         Tahun 1993 – 1995
7          Drs. H. LM. SALIHIN SABORA                Tahun 1993 – 1995
8          Kol. (Inf) A. RASYID HAMZAH   Pelaksana Tugas         Tahun 1995
Melalui perjuangan panjang dan tekad warga kota untuk merubah status kota administratif menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II sebagai daerah otonom, maka dengan keluarnya undang-undang No. 6 tahun 1995 tanggal           3 Agustus 1995 Kota Administratif Kendari ditetapkan menjadi Kotamadya Dati II Kendari yang diresmikan oleh Bapak Mentri Dalam Negeri pada tanggal 27 September 1995 dan tanggal ini pula ditetapkan sebagai hari lahirnya Kotamadya Dati II Kendari.

Dengan terbentuknya Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari, maka sebagai Walikotamadya KDH Tk.II Kendari, berturut-turut :

1.    Drs. LASJKAR KOEDOES Pj. Walikotamadya KDH Tk. II Kendari sejak 20 September 1995 sampai              27 September 1996 Ketua DPRD Bapak Letkol (Laut) SOEKARNO, SH dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 20 orang.
2.    Drs. H. MASYHUR MASIE ABUNAWAS, Walikota Kendari mulai 27 September 1996 - tahun 2001 sebagai ketua DPRD-nya Letkol (Laut) SOEKARNO, SH
Hasil PEMILU Tahun 1999 menetapkan sebagai Ketua DPRD terpilih adalah Bapak H. HAERUDDIN PONDIU dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 25 orang.
3.    Drs. H. A. KAHARUDDIN, Pj Walikota Kendari       Tahun 2002
4.    Drs. H. MASYHUR MASIE ABUNAWAS, M.Si, Walikota Kendari dan Ir. ANDI MUSAKKIR MUSTAFA, MM sebagai Wakil Walikota mulai tahun 2002 – 2007 dan dari hasil PEMILU tahun 2003 menetapkan sebagai Ketua DPRD Bapak BACHRUN KONGGOASA dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 30 orang.
5.    Ir. H. ASRUN, M. Eng. Sc. sebagai Walikota dan          H. MUSADAR MAPPASOMBA, SP., MP. Wakil Walikota Kendari periode 2007-2012 yang dilantik pada tanggal 8 Oktober 2007 oleh Gubernur atas nama Mendagri.

Sejak, Kota Kendari mulai dikenal sejak itu pula dimulai pembangunan secara bertahap sesuai dengan kondisi waktu itu hal ini tentunya tidak luput dari perkembangan penduduk dan dinamika pembangunan yang dibuktikan dengan adanya pemekaran wilayah mulai dari luas 31,420 Km2 sampai luas 295,89 Km2.

Secara Administratif  Kota Kendari berbatasan dengan:
    Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia dan Kecamatan Sampara
    Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
    Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
    Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sampara, Kecamatan Ranomeeto dan Kecamatan Konda.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Maka istilah Dati II dan Kotamadya berubah menjadi Kabupaten/Kota.

Kota Kendari hingga saat ini telah mempunyai 10 (sepuluh) Wilayah Kecamatan dan 64 Kelurahan, Jumlah penduduk Kota Kendari Tahun 2006 berjumlah kurang lebih 244.586 jiwa terdiri 119.529 jiwa laki-laki dan 125.057 jiwa perempuan dengan tingkat pertumbuhan Ekonomi tahun 2006 mencapai 7,64%. Kota Kendari didiami oleh 4 kelompok suku besar yaitu Tolaki, Muna, Buton, Bugis-Makassar, namun yang unik bahwa semua etnis yang ada diwilayah Indonesia dapat dijumpai di Kota Kendari.

Heterogenitas masyarakat yang sangat membanggakan adalah masyarakatnya selalu ingin hidup berdampingan dengan damai menjaga persatuan dan kesatuan, sehingga stabilitas daerah tetap terjaga dengan baik; hal ini merupakan modal dasar untuk melakukan pembangunan demi kemajuan dan perkembangan kota dimasa sekarang dan yang akan datang.

Untuk mengantisipasi kemajuan perkembangan pembangunan, Pemerintah Kota bersama masyarakat membangun Visi Kota Kendari kedepan yaitu: ”MEWUJUDKAN KOTA KENDARI TAHUN 2020 SEBAGAI KOTA DALAM TAMAN YANG BERTAKWA, MAJU, DEMOKRATIS, MANDIRI DAN SEJAHTERA”.

”KOTA YANG MAJU”, artinya Kota ini harus dapat berkembang  sejajar dengan kota-kota lain dalam konteks paradigma yang berlaku, kondisi sosial, ekonomi dan budayanya yang maju, tetapi lingkungan fisik juga terpelihara dengan baik,

”DEMOKRATIS” berarti kota yang dapat menerima perbedaan, mengembangkan keterbukaan, mendorong partisipasi masyarakat serta memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk megembangkan potensi dirinya, serta pemerintahan yang dapat mengakomodir segala permasalahan dan persoalan yang ada dalam wilayahnya.

”MANDIRI” berarti kota ini tidak berdiri sendiri dan kerjasama atau kemitraan baik interen maupun eksteren. Diantara komponen warga kota dapat mengembangkan kemitraan, begitu juga kemitraan dengan kota-kota lain.

”SEJAHTERA”, bahwa kota ini harus dapat memberikan kesejahteraan bagi warganya baik secara lahir maupun batin. Untuk mendukung visi kota, maka visi yang akan diemban adalah ”(1) misi lingkungan (2) misi sosial kemasyrakatan (3) misi pelayanan (4) misi perekonomian (5) misi profesionalisme aparat dan (6) misi kepemerintahan yang baik (Good Governance)”.

Kemudian misi tersebut diimplementasikan kedalam 3 (tiga) strategi pendekatan yang meliputi;
1. Peningkatan kualitas SDM, yang meliputi aspek head, heart, dan hand.
2. Catur Bina, yang meliputi bina spiritual, bina sosial ekonomi, bina fisik/lingkungan, dan bina kamtibmas.
3. Peningkatan Daya Saing Kota, meliputi aspek ethics and law enforcement, employment, environment, equity and engegement.
Demikianlah selayang pandang Kota Kendari yang kita cintai ini.

Lambang Kota Kendari
1. Lambang Daerah ini berbentuk perisai segi lima sama sisi (yang menyelimuti seluruh unsur logo) yang bermakna bahwa pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam menyelenggarakan pembangunan dijiwai dan bernapaskan asas Pancasila.

2. Lambang daerah dimaksud terdapat bagian-bagian yang merupakan simbol-simbol sebagai berikut :

a.  G o n g :
Gong melambangkan sejarah masa lalu yang bermakna kekeluargaan dan kegotong-royongan; Bahwa pemerintah dan rakyat selalu seirama dalam menentukan gagasan kebutuhan hidup masyarakat.

b.  Pilar :
Pilar melambangkan masa kini/zaman pembangunan yang bermakna kekuatan hidup, kemasyarakatan melalui pembangunan dalam segala aspeknya;
Tangga berteras enam yang menggambarkan nomor Undang-undang pembentukan Kota Kendari yaitu Tahun 1995 Nomor 6;
Tiang pilar bagian luar bergerigi sembilan dan dalamnya bergerigi lima yang menggambarkan tahun pembentukan Kota Kendari yaitu tahun 1995.

c.  Kubah :
Kubah melambangkan masa depan yang bermakna kejayaan yang gilang-gemilang bagi warga masyarakatnya;

d.  Kalosara :
Kalosara melambangkan kebudayaan daerah yang bermakna kejayaan masyarakat Kotamadya Kendari dijiwai oleh kesatuan dan persatuan.

e.  Bintang :
Bintang melambangkan keimanan dan ketaqwaan serta wawasan keilmuan bagi masayarakat yang menjiwai dan memberi semangat bagi segala gerak masyarakat dalam kehidupan yang jaya itu.

d.  Padi Kapas :
Padi dan Kapas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang bermakna cukup makan, cukup sandang, cukup papan, sebagai manifestasi potensi alam yang kaya diaktualisasikan melalui kerja keras dan penggunaan ilmu dan teknologi.

Dalam lambang daerah tersebut juga terdapat warna-warni yang merupakan simbol-simbol sebagai berikut :

a.  Biru Laut :
Warna Biru Laut (warna dasar logo) menggambarkan suasana kesejukan dan ketentraman serta pandangan yang jauh kedepan;

b.  H i t a m :
Warna Hitam pada gong menggambarkan suasana kehidupan yang mantap dan stabil tidak goyah;

c.  P u t i h :
Warna putih pada pilar-pilar menggambarkan bahwa pembangunan yang kini dilancarkan berdasar pada pandangan kesucian, kemurnian, dan keadilan sebagai tuntutan kehidupan yang diridhoi oleh ajaran-ajaran agama;

d.  Kuning Emas:
Warna Kuning emas pada kubah maupun bintang menggambarkan kekuasaan, kejayaan keindahan dan keharuman yang menyelimuti kehidupan, masyarakat yang merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia di bumi ini;

e.  Kuning, Putih, Hijau:
Warna Kunig, Putih, Hijau pada padi dan kapas bermakna bahwa suasana kehidupan yang makmur dan sejahtera senantiasa diliputi oleh suasana kehidupan yang lestari, tumbuh berkembang, ber- kesinambungan;

f.  M e r a h :
Warna merah pada tulisan Kota Kendari melambangkan semangat keberanian yang menggelora pemerintah dan masyarakat dalam membangun segala aspek kehidupan masyarakat Kota Kendari.

Peta Kota Kendari.

Visi & Misi
Visi

"MEWUJUDKAN KENDARI TAHUN 2020 SEBAGAI KOTA DALAM TAMAN YANG MAJU, DEMOKRATIS DAN SEJAHTERA"

Orientasi Visi Kota Kendari merupakan perpaduan antara paradigma pembangunan kota yang berkelanjutan, dimana terjadi keselarasan unsur alam, manusia dan kebudayaan dengan kebanggaan dan harapan masyarakat Kota Kendari.

"Kota Dalam Taman", adalah ungkapan yang merefleksikan sekaligus mengabadikan kebanggaan, potensi dan kekhasan Kota Kendari, yakni 'hutan dan teluk' yang laksana "sabuk-hijau" (green belt) melingkari Kota Kendari. Eksistensi 'sabuk-hijau' tersebut bukan saja menjadi jati diri kota, tapi sekaligus memiliki fungsi-fungsi yang integratif (satu kesatuan), yang secara fisik maupun sosial-ekonomi memberikan jaminan keberlanjutan (sustainabilitas) Kota Kendari.

Misi

Adapun Misi yang diemban untuk mewujudkan Visi tersebut adalah :
(1)    Misi Lingkungan ;
(2)    Misi Sosial Kemasyarakatan ;
(3)    Misi Pelayanan ;
(4)    Misi Perekonomian ;
(5)    Misi Profesionalisme Aparat ;
(6)    Misi Kepemerintahan yang Baik (Good Governance);

KOTA BAU-BAU

Sejarah Singkat
Pada mulanya, Baubau merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal abad ke-15 (1401 – 1499). Buton mulai dikenal dalam Sejarah Nasional karena telah tercatat dalam naskah Negara Kertagama Karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan di Buton mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke – 13.

Buton sebagai negeri tujuan kelompok Mia Patamiana mereka mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Bau – Bau) serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo (Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu kerajaan Buton dan menetapkan Wa Kaa Kaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif).

Dalam periodisasi sejarah Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke – 16 dengan diperintah oleh 6 (enam) orang raja diantaranya 2 orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan dilantiknya Lakilaponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960.

Masa pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan terutama bidang Politik Pemerintahan dengan bertambah luasnya wilayah kerajaan serta mulai menjalin hubungan Politik dengan Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe dan Muna. Demikian juga bidang ekonomi mulai diberlakukan alat tukar dengan menggunakan uang yang disebut Kampua (terbuat dari kapas yang dipintal menjadi benang kemudian ditenun secara tradisional menjadi kain). Memasuki masa Pemerintahan Kesultanan juga terjadi perkembangan diberbagai aspek kehidupan antara lain bidang politik dan pemerintahan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton yaitu “Murtabat Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan kedudukan perangkat kesultanan dalam melaksanakan pemerintahan serta ditetapkannya Sistem Desentralisasi (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie (Wilayah Kecil).

Dibidang hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak membedakan baik aparat pemerintahan maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat dari ke 38 orang sultan yang memerintah di Buton 12 orang menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar sumpah jabatan dan satu diantaranya yaitu Sultan ke - VIII Mardan Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati dengan cara digogoli (leher dililit dengan tali sampai meninggal). Bidang perekonomian dimana Tunggu Weti sebagai penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung jawab dalam pengurusan pajak dan keuangan juga mempunyai tugas khusus selaku kepala siolimbona (saat ini hampir sama dengan ketua lembaga legislatif).

Bidang Pertahanan Keamanan ditetapkannya Sistem Pertahanan Rakyat Semesta dengan falsafah perjuangan yaitu :
“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo”
(Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)
“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu”
(Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)
“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara”
(Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)
“Yinda Yindamo Sara somanamo Agama”
(Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)

Disamping itu juga dibentuk sistem pertahanan berlapis yaitu empat Barata (Wuna, Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa), empat matana sorumba (Wabula, Lapandewa, Watumotobe dan Mawasangka) serta empat orang Bhisa Patamiana (pertahanan kebatinan). Selain bentuk pertahanan tersebut maka oleh pemerintah kesultanan, juga mulai membangun benteng dan kubu–kubu pertahanan dalam rangka melindungi keutuhan masyarakat dan pemerintah dari segala gangguan dan ancaman. Kejayaan masa Kerajaan/Kesultanan Buton (sejak berdiri tahun 1332 dan berakhir tahun 1960) berlangsung ± 600 tahun lamanya telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang sangat gemilang, sampai saat ini masih dapat kita saksikan berupa peninggalan sejarah, budaya dan arkeologi. Wilayah bekas Kesultanan Buton telah berdiri beberapa daerah kabupaten dan kota yaitu : Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana dan Kota Bau – Bau (terdapat Keraton Kesultanan Buton).

Lambang
Lambang Daerah Kota Baubau di tetapkan melalui Perda No 1 tahun 2003. Adapun arti dan makna logo Kota Baubau dapat dijelaskan sebagai berikut :

Warna Dasar Kuning, melambangkan kejayaan dan kemuliaan masyarakat Kota Baubau yang pernah dicapai pada masa silam.

Garis Berwarna Biru, yang melingkari sisi perisai kelopak bunga melambangkan Kota Baubau sebagai Daerah Pesisir.

Perisai Kelopak Bunga berbentuk 4 (empat) sisi, menggambarkan / melambangkan falsafah masyarakat Buton (Kota Baubau), yaitu "Sara Pataanguna" sebagai kristalisasi nilai-nilai kehidupan bermasyarakat meliputi :
- Poma-maasiaka (kasih-mengasihi)
- Pomae-maeaaka (segam-menyegani)
- Poangka-angkataka (hormat-menghormati)
- Popia-piara (saling melindungi - pelihara - memelihara)

Bintang, melambangkan agama atau kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Benteng, melambangkan persatuan dan kesatuan serta perlindungan kepada masyarakat.

Nenas, melambangkan kepribadian masyarakat Kota Baubau yang ulet, tegas tapi hatinya manis dan ramah serta dapat hidup dimana saja.

Pintu Gerbang, melambangkan keterbukaan, baik menyangkut hati/jiwa masyarakat maupun daerahnya.

Garis Merah Putih, yang mendukung berdirinya Benteng melambangkan bahwa Kota Baubau adalah bagian yang tak akan pernah terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Padi dan Kapas, melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi cita-cita berdirinya Daerah Otonom Kota Baubau.

Kantor Walikota Bau Bau

VISI, MISI DAN RENCANA PEMBANGUNAN

Visi

Berdasarkan kondisi umum yaitu dengan melihat potensi wilayah dan isu strategis baik yang bersifat internal seperti permasalahan Kota maupun faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan barbagai kondisi regional maupun global, maka Visi jangka panjang (20 tahunan) Kota Baubau disepakati sebagai berikut :
“Terwujudnya Kota Baubau Sebagai Pusat Perdagangan dan Pelayanan Jasa Yang Nyaman, Maju, Sejahtera dan Berbudaya pada Tahun 2023”

Untuk mewujudkan harapan dan cita-cita seperti yang dimaksud dalam visi jangka panjang tersebut di atas, maka perlu ditetapkan sebuah visi lima tahunan (2008 - 2013) sebagai dasar membangun dan mengembangkan Kota Baubau ke depan yaitu :
"Terwujudnya Kota Baubau sebagai Kota Budaya yang produktif dan nyaman, melalui optimalisasi sumberdaya lokal secara profesional dan amanah, menuju masyarakat sejahtera, bermartabat, dan religi”.

Penjabaran Visi :1.      Kota Budaya yang Produktif dan Nyaman
-           Kota dimana Masyarakatnya tumbuh dari identitas budaya yang kokoh
-           Citra nilai-nilai budaya yang dikenal luas
-           Kota yang terus mengalami peningkatan aksesibilitas terhadap sumberdaya lokal
-           Kota yang terus meningkatkan Peluang Berusaha bagi Masyarakat & Pengusaha
-           Kota yang terus memperbaiki sistem pelayanan publik
-           Kota yang nyaman untuk tempat tinggal dan berusaha/berbisnis bagi siapa saja (liveability)

2.         Optimalisasi Sumberdaya Lokal secara Profesional dan Amanah
Optimalisasi Sumberdaya Lokal : Pengelolaan sesuai kapasitas, Sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya budaya, sumberdaya buatan/teknologi, dan sumber-sumber penerimaan daerah
Profesional : Melalui pemanfaatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Amanah : Mengedepankan aspirasi masyarakat demi kepentingan bersama

3.         Masyarakat Sejahtera, Bermartabat, dan Religi
-           Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
-           Berahlak dan memegang teguh nilai-nilai budaya positif
-           Masyarakat yang kehidupannya bernafaskan agama

Berdasarkan Visi di atas, maka dikembangkan 7 (tujuh) Butir Misi sebagai berikut :1.        Memantapkan peran dan posisi Kota Baubau sebagai simpul perdagangan dan pelayanan jasa yang berorientasi pada produktivitas.
2.         Meningkatkan citra budaya lokal pada tingkat regional, nasional, dan internasional.
3.         Mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan religi
4.         Meningkatkan kelancaran mobilitas internal dan eksternal wilayah, dan menciptakan kenyamanan dalam beraktivitas bagi masyarakat kota.
5.         Meningkatkan kemandirian masyarakat dan partisipasi dalam pembangunan.
6.         Meningkatkan kualitas dan profesionalitas sistem pelayanan publik.
7.         Menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia serta menciptakan iklim politik dan keamanan yang kondusif.

Misi
Sebagai penjabaran dari Visi Kota Baubau tahun 2008-2013, dirumuskan misi-misi Kota Baubau sebagai berikut :1.            Memantapkan peran dan posisi Kota Baubau sebagai simpul perdagangan dan pelayanan jasa yang berorientasi pada produktivitas.
2.         Meningkatkan citra budaya lokal pada tingkat regional, nasional, dan internasional.
3.         Mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan religi.
4.         Meningkatkan kelancaran mobilitas internal dan eksternal wilayah, dan menciptakan kenyamanan dalam beraktivitas bagi masyarakat kota.
5.         Meningkatkan kemandirian masyarakat dan partisipasi dalam pembangunan.
6.         Meningkatkan kualitas dan profesionalitas sistem pelayanan publik.
7.         Menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia serta menciptakan iklim politik dan keamanan yang kondusif.

Penjelasan makna kata-kata kunci yang terkandung dalam Misi Kota Baubau Tahun 2008-2013 adalah sebagai berikut :

Misi - 1 : Memantapkan peran dan posisi Kota Baubau sebagai simpul perdagangan dan pelayanan jasa yang berorientasi pada produktivitas.
Misi ini akan ditempuh dengan mendorong terciptanya Kota Baubau sebagai kota perdagangan dan pelayanan jasa yang produktif melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif dan peluang usaha yang lebih besar dengan prinsip co-opetitive (persaingan menggapai tujuan dengan kebersamaan), perluasan lapangan kerja dan peningkatan ketersediaan tenaga professional. Kemudian, secara eksternal penguatan simpul dan peningkatan produktivitas dan daya saing akan dipacu dengan menjalin hubungan kerjasama antar wilayah dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi lokal dan regional.

Misi - 2 : Meningkatkan citra budaya lokal pada tingkat regional, nasional, dan internasional
Misi ini akan dilakukan dengan pencitraan nilai-nilai budaya, peningkatan kualitas dan kuantitas informasi, pemberdayaan lembaga-lembaga adat, dan pemenuhan sarana dan prasarana pariwisata regional sehingga dapat mempromosikan Kota Baubau sebagai kota yang memiliki modal budaya dan secara historik tumbuh dan berkembang dari Pusat Kerajaan Buton, yang terletak pada Gerbang Paling Timur Kerajaan Melayu, sehingga unggul dan terkemuka dalam pengembangan budaya lokal dan seni, dan memiliki keunikan.

Misi - 3 : Mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan religi
Misi ini ditempuh melalui upaya perwujudan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan profesional sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan global. Hal ini mencakup pemantapan aspek pendidikan umum, kesehatan, kesejahteraan sosial, pemberdayaan perempuan, dan pendidikan keagamaan.

Misi - 4 : Meningkatkan kelancaran mobilitas internal dan eksternal wilayah, dan menciptakan kenyamanan dalam beraktivitas bagi masyarakat kota
Misi ini ditempuh melalui peningkatan sarana dan prasarana dasar perkotaan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan bagi masyarakat dan secara khusus mengembangkan identitas diri Kota Baubau sebagai kota pantai (seafront city) dengan dukungan kawasan pelabuhan dan infrastruktur yang memadai guna menjamin kelancaran perdagangan lokal, regional, nasional, dan internasional. Disamping itu misi ini juga ditempuh melalui peningkatan ketersediaan dan kualitas public space yang lebih nyaman dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Misi ini diharapkan dapat meningkatkan citra kota dari aspek liveability (menjadi tempat tinggal yang nyaman), investability (kondusif sehingga atraktif bagi kalangan pelaku bisnis), dan visitability (kota yang selalu dikunjungi karena kesan dan daya jangkaunya).

Misi - 5 : Meningkatkan kemandirian masyarakat dan partisipasi dalam pembangunan
Misi ini ditempuh melalui pemberdayaan masyarakat, stimulasi tumbuh-kembangnya berbagai usaha kecil dan menegah, peningkatan pengelolaan sumberdaya lokal secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditempuh secara berbarengan dengan penguatan lembaga-lembaga masyarakat, pemuda, dan pengarusutamaan gender (gender main streaming), serta peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan (participatory development).

Misi - 6 : Meningkatkan kualitas dan profesionalitas sistem pelayanan publik
Misi ini ditempuh dengan mengedepankan aspek kualitas dan profesionalitas. Pelayanan publik yang sekarang ada akan diperbaiki secara sistematik dengan meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah (peningkatan profesionalitas) serta mengembangkan sistem pelayanan publik yang efektif, transparan, terbuka, akuntabel, partisipatif, fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Misi - 7 : Menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia serta menciptakan iklim politik dan keamanan yang kondusif
Misi ini ditempuh dengan mendorong terwujudnya jaminan kepastian hukum dan hak berpolitik warga, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai budaya dan hukum adat, menjamin tumbuhnya demokrasi, rasa keamanan dan keadilan bagi masyarakat, dan melindungi hak-hak politik demokrasi dan hak asasi manusia baik melalui produk peraturan-peraturan maupun melalui perwujudan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance).

Untuk mewujudkan visi dan misi serta program pembangunan maka dibutuhkan strategi pencapain yang tepat dan handal. Strategi Pembangunan Kota Baubau Tahun 2008-2013 akan ditempuh melalui penguatan TIGA PILAR pembangunan, yakni Pemerintah (P), Masyarakat (M), dan Anugerah (A) (disini kata Anugerah digunakan sebagai representasi secara luas kata: Sumberdaya Lokal), dan dalam hal ini Budaya dan Agama merupakan perekat/pengikat (node) TIGA PILAR tersebut.

Strategi TIGA PILAR dalam ranah POMaMaSiAKA

Strategi Peningkatan Profesionalisme Pengelolaan Pemerintahan (Pilar P=Pemerintah)
Pilar P (Pemerintah) memuat strategi peningkatan profesionalisme pengelolaan pemerintahan (good governance) yang berujung pada peningkatan citra dan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha kepada pemerintah. Dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah mengutamakan prinsip Optimalisasi dalam berbagai aspek, terutama dalam mengelola dan mendayagunakan sumberdaya lokal (anugerah Ilahi) berupa anugerah wilayah, kekayaan alam, keindahan alam, budaya, dll untuk kepentingan bersama.

Strategi Peningkatan Kapasitas dan Peran Aktif Masyarakat dalam Pembangunan (Pilar M = Masyarakat)
Pilar M (Masyarakat) memuat strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pengembangan kemampuan diri (self capacity) dan kemampuan mengorganisasi diri (self organization), dan peningkatan peran aktif dan pelibatan seluruh potensi masyarakat dalam kegiatan pembangunan Kota Baubau. Ini juga termasuk strtaegi peningkatan kesempatan (dalam konteks keadilan atau equity) bagi masyarakat dalam upaya pemanfatan segala sumberdaya lokal yang merupakan anugerah Ilahi yang ada secara Mandiri dan berkeSinambungan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Strategi Peningkatan Daya Manfaat (Utility) dan Nilai (Value) Sumberdaya Lokal (Pilar A = Anugerah)
Pilar A (Anugerah Ilahi) memuat strategi peningkatan manfaat dan nilai sumberdaya lokal (local resources) yang secara ekonomi dan sosial budaya merupakan penyangga utama pembangunan Kota Baubau. Strategi ini diorientasikan pada pemanfaatan secara efektif-berkeadilan sumberdaya lokal bagi kesejahteraan masyarakat dengan prinsip Kebersamaan dan Amanah, dan tetap memperhatikan kelestariannya (sustainable use). Untuk mencapai hal tersebut, pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya lokal perlu selalu dilakukan secara TerencanA melalui pemanfaatan ilmu dan teknologi dan pelibatan kalangan profesional.

PETA PEMBAGIAN WILAYAH ADMINISTRATIF KOTA BAU-BAU

Struktur Organisasi

Semakin cepat dan kompleksnya kebutuhan masyarakat terutama pada kualitas pelayanan yang tepat waktu, tepat jumlah dan tepat orang membutuhkan birokrasi yang juga tidak kalah cepat dan responsif. Sehubungan itu Pemerintah Kota Baubau telah membentuk struktur baru SKPD sesuai Perda No. 1 sd 5 Tahun 2008 yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


Sesuai dengan Perda No. 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan Staf Ahli Kota Baubau, Perda No. 2 TAHUN 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Baubau, Perda No. 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Baubau, Perda No. 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kota Baubau, Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja SKPD yang telah dibentuk sebagai berikut :

1. SEKRETARIAT DAERAH
- Bagian Pemerintahan Umum
- Bagian Kesejahteraan Rakyat
- Bagian Kemasyarakatan
- Bagian Administrasi Perekonomian
- Bagian Administrasi Sumber Daya Alam (SDA)
- Bagian Administrasi Pembangunan
- Bagian Hukum
- Bagian Organisasi dan Tata Laksana
- Bagian Umum dan Protokol

2. SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
- Bagian Umum
- Bagian Persidangan
- Bagian Keuangan

3. DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAH RAGA
- Bidang Bina Program
- Bidang Prasekolah dan Pendidikan Dasar
- Bidang SMA dan SMK
- Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga

4. DINAS KESEHATAN
- Bidang Penyusunan Program dan Promosi Kesehatan
- Bidang P2 dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
- Bidang Kefarmasian dan Regdit Sarana Kesehatan
- Bidang Pelayanan Medis, Kesga, dan Gizi Masyarakat

5. DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA, DAN TRANSMIGRASI
- Bidang Sosial
- Bidang Penempatan dan Pelatihan
- Bidang Pengawasan dan Hubungan Industrial
- Bidang Transmigrasi

6. DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL
- Bidang Bina Pendaftaran
- Bidang Bina Pencatatan
- Bidang Pengolahan Data dan Informasi

7. DINAS PERHUBUNGAN
- Bidang Perhubungan Darat
- Bidang Perhubungan Laut
- Bidang Perhubungan Udara, Pos dan Telekomunikasi

8. DINAS PEKERJAAN UMUM
- Bidang Survey dan Pendataan
- Bidang Cipta Karya
- Bidang Bina Marga

9. DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI, USAHA KECIL & MENENGAH
- Bidang Perdagangan
- Bidang Perindustrian
- Bidang Koperasi
- Bidang Usaha Kecil dan Menengah

10. DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH
- Bidang Pajak
- Bidang Retribusi dan Pendapatan Lain-lain
- Bidang Anggaran
- Bidang Perbendaharaan dan Verifikasi
- Bidang Akuntansi dan Pelaporan
- Bidang Pengelolaan Asset Daerah

11. DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN
- Bidang Tanaman Pangan
- Bidang Peternakan
- Bidang Perkebunan
- Bidang Kehutanan
- Bidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan

12. DINAS KEBERSIHAN, PERTAMANAN, PEMAKAMAN DAN PEMADAM KEBAKARAN
- Bidang Kebersihan
- Bidang Pertamanan dan Pemakaman
- Bidang Pemadam Kebakaran

13. DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
- Bidang Pengembangan dan Produksi Pariwisata
- Bidang Nilai Budaya, Kesenian, Sejarah, dan Purbakala
- Bidang Pemasaran

14. DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
- Bidang Penelitian dan Pengembangan
- Bidang Pengawasan Sumberdaya dan Perlindungan Pesisir
- Bidang Produksi
- Bidang Pengolahan dan Pemasaran

15. DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
- Bidang Geologi dan Sumberdaya Mineral
- Bidang Pertambangan Umum
- Bidang Energi

16. DINAS TATA KOTA DAN BANGUNAN
- Bidang Penataan Kota
- Bidang Pengawasan
- Bidang Tata Bangunan

17. INSPEKTORAT
- Inspektur Pembantu Bidang pemerintahan dan aparatur
- Inspektur Pembantu Bidang Kemasyarakatan dan Sosial Budaya
- Inspektur Pembantu Bidang Pembangunan dan Ekonomi
- Inspektur Pembantu Bidang Keuangan dan BUMD

18. BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENANAMAN MODAL
- Bidang Penelitian dan Pengembangan
- Bidang Fisik dan Prasarana
- Bidang Sosial Budaya
- Bidang Ekonomi
- Bidang Penanaman Modal

19. BADAN PENGENDALIAN DAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH
- Bidang Analisa Pencegahan Dampak Lingkungan
- Bidang Pengawasan dan Pengendalian
- Bidang Pemntauan dan Pemulihan

20. BADAN KESBANG DAN LINMAS
- Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Kesbang
- Bidang Demokratisasi dan Penanganan Masalah Aktual
- Bidang Perlindungan Masyarakat

21. BADAN KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT DAERAH
- Bidang Pengadaan dan Mutasi Kepegawaian
- Bidang Pengembangan dan Diklat
- Bidang Dokumentasi dan Informasi Kepegawaian
- Bidang Kedudukan Hukum dan Pensiun

22. BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
- Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
- Bidang Informasi Keluarga dan Analisis Program
- Bidang Pemberdayaan Perempuan

23. BADAN PEMBERDAYAAN MASYRAKAT
- Bidang Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat
- Bidang Adat, dan Pengembangan Kehidupan Sosbud Masyarakat
- Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat
- Bidang Pengelolaan SDA dan Teknologi Tepat Guna

24. BADAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN PENGOLAHAN DATA
- Bidang Informasi dan Komunikasi
- Bidang Perpustakaan dan Arsip
- Bidang Pengolahan data dan informatika

25. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
- Bidang Rekam Medis
- Bidang Keperawatan
- Bidang Pelayanan

26. KECAMATAN (7 Kecamatan)

- Kecamatan Betoambari
- Kecamatan Murhum
- Kecamatan Wolio

- Kecamatan Kokalukuna
- Kecamatan Sorawolio
- Kecamatan Bungi

- Kecamatan Lea-Lea

27. KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

28. SEKRETARIAT PELAYANAN TERPADU PERIZINAN


Profil Walikota Kota Baubau

Setelah kota Baubau dinyatakan sebagai daerah otonom pada 17 Oktober 2001, pemerintah pusat melalui Gubernur Sulawesi Tenggara Drs. H Laode Kaimuddin melakukan persiapan untuk memilih wali kota yang defenitif. Amirul yang jauh sebelumnya pernah bertugas di daerah ini sebagai Camat Betoambari (1986-1993), berniat untuk ikut dalam pemilihan wali kota dan bertekad memenangkannya.

Ia terpanggil untuk "bertarung" memperebutkan jabatan wali kota sebab ingin memajukan kota Baubau. Keyakinan bahwa ia mampu melaksanakan hal tersebut jika mendapat amanah sebagai Wali kota Baubau, didasari pengalamannya selama sekitar tujuh tahun menjadi camat di daerah ini. Sehingga Amirul sudah tahu persis potensi yang ada dan punya kiat-kiat khusus untuk mengembangkannya.

‘"Sejak pertama kali saya mencalonkan diri dalam Pilkada Wali kota Baubau, saya optimis akan menang. Saya yakin Allah SWT mempunyai rencana untuk saya. Saya selalu berdoa, memohon petunjuk agar Allah SWT memberikan terbaik kepada saya. Alhamdulillah doa saya dikabulkan-Nya. Saya bersyukur atas hal tersebut. Kemenangan itu membuat saya lebih sungguh-sungguh dalam bekerja dan berkarya. Saya ingin menunjukkan kepada rakyat Baubau bahwa saya serius sebagai pemimpin mereka,"" kata Amirul. Keseriusan itu ditunjukkan dengan melakukan persiapan sebaik mungkin. Visi dan Misi disusun, untuk disampaikan di depan seluruh anggota DPRD kota Baubau yang jumlahnya 25 orang.

Visi yang disampaikan Amirul pada Pilkada pertama Kota Baubau untuk periode 2003-2008 adalah: Terwujudnya Kota Baubau Sebagai Pintu Gerbang Ekonomi dan Parawisata di Sulawesi Tenggara dengan didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana kota yang memadai serta adanya kehidupan masyarakat modern dengan tetap berlandaskan pada adat dan budaya lokal". Sedangkan Misinya sebagai berikut:
Misi Peningkatan Sarana Prasarana dan Pengembangan Kota Berbasis Water Front City.
Misi Peningkatan Perekonomian dan Pemberdayaan Masyarakat.
Misi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia.
Misi Peningkatan Pelayanan Publik
Misi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang Berkelanjutan
Misi Pengembangan Sosial Budaya dan Pariwisata.
Misi Penegakan Supremasi Hukum, Politik dan Hak Azasi Manusia serta Tata Pemerintahan yang Baik.

Selain Visi dan Misi, pada 6 Januari 2003, ada hal menarik yang disampaikan Amirul di depan seluruh anggota DPRD kota Baubau yakni motto "Semerbak" untuk kota Baubau. Hal itu menunjukkan pemikiran cemerlang dan cerdas dari dirinya.

Terbukti, karena motto itu sampai sekarang masih tetap dipertahankan dan secara bertahap diupayakan untuk diwujudkan. Sehingga tidak sekedar motto tanpa makna dan arti bagi rakyat Baubau. Semerbak menurut Amirul adalah singkatan dari Sejahtera, Menawan, Ramah, Bersih, Aman dan Kenangan.

Sedikit berbicara dan banyak bekerja. Rakyat butuh bukti bukan janji. Sebagai Wali kota Baubau, Amirul sangat paham dengan tugas-tugasnya dan keinginan seluruh rakyat yang dipimpinnya. Karena itu, ia selalu berusaha untuk berbuat yang terbaik pada kota Baubau. Hasilnya selama 5 tahun pemerintahan Amirul pada periode 2003-2008, Terjadi perubahan yang sangat drastis dalam seluruh aspek kehidupan kota ini, yang antara lain ditunjukkan di bidang pengembangan Sumberdaya Manusia, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terus meningkat hingga mencapai 69,9 melampaui rata-rata nasional pada tahun 2006 dan Kota Baubau terpilih sebagai salah satu daerah pelaksana program nasional pemberdayaan masyarakat perkotaan terbaik di Indonesia.. Kemudian dari aspek ekonomi, Pendapatan Asli Daerah meningkat hingga 355% dari tahun 2002 ke tahun 2007, demikian pula pendapatan per kapita masyarakat Baubau.

Perubahan yang sangat signifikan lebih terasa lagi pada fisik kota, kesan kumuh, yang menjadi tipikal perkotaan, serta kesan tertinggal yang banyak mewarnai daerah-daerah di kawasan indonesia timur berhasil diubah secara total selama 5 tahun. Karakteristik kota yang kombinasi rural-urban tetap dipertahankan. Dengan mengacu pada konsep pembangunannya yang menganalogikan pembangunan Kota dengan Tubuh Manusia (secara detail dapat dilihat di page ‘pemikiran"). Hasilnya pemerintah Kota mendulang banyak penghargaan termasuk salah satunya Runner-up Kota menengah dengan Penataan Kota terbaik dari Departemen Pekerjaan Umum.

Kegemilangan Amirul Tamim dalam memimpin Kota Baubau pada periode 2003-2008 kemudian dilanjutkan dengan mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) Wali kota dan Wakil Wali kota Baubau periode 2008-2013, yang dilaksanakan pada Minggu, 4 November 2007, berpasangan dengan H. L.M. Halaka Manarfa. Pada Pilkada tersebut pasangan ini menawarkan visi: "Terwujudnya Kota Baubau sebagai Kota Budaya yang produktif dan nyaman, melalui optimalisasi sumberdaya lokal secara profesional dan amanah, menuju masyarakat sejahtera, bermartabat, dan religi". Dengan Misi:
Memantapkan peran dan posisi Kota Baubau sebagai simpul perdagangan dan pelayanan jasa yang berorientasi pada produktivitas.
Meningkatkan citra budaya lokal pada tingkat regional, nasional, dan internasional.
Mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan religi
Meningkatkan kelancaran mobilitas internal dan eksternal wilayah, dan menciptakan kenyamanan dalam beraktivitas bagi masyarakat kota.
Meningkatkan kemandirian masyarakat dan partisipasi dalam pembangunan.
Meningkatkan kualitas dan profesionalitas sistem pelayanan publik.
Menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia serta menciptakan iklim politik dan keamanan yang kondusif.

Hasilnya, pasangan Amirul dan Halaka yang menggunakan akrnonim  AMIRULHAK pada pilkada tersebut menang mutlak. Mereka memperoleh 38.429 suara (60,7%) dari suara yang sah sebanyak 63.283 suara. Mengalahkan dua saingannya yakni pasangan Syamsu Umar Abdul Samiun-Agus Feisal Sjafei Kahar dan La Ode Ruslimin Mahdi-Mufrina Mufti. Kemenangan mutlak tersebut sebagai bukti bahwa rakyat Baubau merasakan dan mengakui kepemimpinan Amirul selama lima tahun sebagai Wali kota Baubau. Sehingga mereka ingin Amirul melanjutkan kepemimpinannya untuk meneruskan pembangunan kota Baubau yang belum selesai dilaksanakan.

Salah satu yang menarik pada Pilkada ini adalah Amirul yang memilih Halaka sebagai pasangannya. Padahal, lima tahun sebelumnya, Halaka yang ikut maju sebagai calon Wali kota Baubau adalah salah satu saingan Amirul.

"Ketika lima tahun lalu, Pak Halaka memang menjadi salah satu saingan saya. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, saya melihat, menilai dan merasakan bahwa Pak Halaka memiliki niat yang sama dengan saya yakni sama-sama ingin membangun dan memajukan Baubau. Sehingga akhirnya saya putuskan untuk bersinergi dengan beliau. Saya optimis, kami berdua atas dukungan seluruh rakyat Baubau dan semua aparatur pemerintah, dapat membangun Baubau agar lebih maju lagi," ujar Amirul menunjukkan optimismenya.

Keputusan Amirul memilih Halaka sebagai pasangannya, juga menunjukkan bahwa sebagai pemimpin, ia selalu berjiwa besar. Sama sekali tidak ada rasa dendam dalam dirinya. Ia selalu berpikir positif dan tidak terjebak pada pemikiran-pemikiran masa lalu yang kurang positif. Obsesinya adalah berbuat lebih baik lagi untuk kemajuan kota Baubau.

Terhadap kepercayaan yang kembali diterimanya dari rakyat, Amirul menyikapi jabatannya itu sebagai amanah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Menurutnya, konsepnya adalah manusia adalah kafilah di muka bumi ini. Tugasnya adalah memperbaiki dan berbuat lebih baik dari kemarin sehingga mendapatkan untung. Jika yang dibuat hari ini sama dengan kemarin, itu namanya rugi. Kalau hari ini lebih buruk dari kemarin, namanya celaka.

"Saya tidak mau menjadi orang yang rugi dan celaka. Saya ingin mendapatkan untung. Sehingga yang saya lakukan adalah terus-menerus berbuat yang terbaik, agar hari ini lebih baik dari kemarin. Besok lebih baik lagi dari hari ini. Seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melakukan perubahan yang lebih baik," tegasnya.

Semua upaya yang dilakukannya itu, terkait erat dengan filosofi hidupnya yang menurutnya sederhana namun penuh makna yakni semua yang saya lakukan memberikan arti bahkan kebahagiaan bagi orang lain. Sepanjang tidak mengganggu orang lain, saya akan terus melaksanakan semua hal yang menurut saya baik buat diri saya dan orang lain. Terpenting, orang yang diberi amanah untuk melakukan itu, mau berpikir kreatif dan inovatif serta belajar dari daerah-daerah lain yang memiliki karakteristik sama dengan daerahnya," ungkap Amirul.

Amirul merasa terpanggil untuk kembali mengabdi kepada rakyat Baubau, sebab masih ada tugas-tugas yang belum terselesaikan selama ini lima tahun menjadi Wali kota. Harapannya, lima tahun ke depan, semua tugas itu dapat dituntaskan dan Kota Baubau semakin mendekati apa yang diidamkan masyarakat Kota ini dalam Visi jangka panjang, yakni: "Terwujudnya Kota Baubau Sebagai Pusat Perdagangan dan Pelayanan Jasa Yang Nyaman, Maju, Sejahtera dan Berbudaya pada Tahun 2023"

Profil Wakil Walikota Baubau

Tenang, kharismatik, dan sederhana menjadi keseharian dari sosok putra ketujuh almarhum Drs H. La Ode Manarfa ini. Karenanya wajar jika kemudian Ia selalu diposisikan sebagai seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat. Tabiat dan gelora semangat yang dimiliki Ayahandanya serta ‘Papi’ bagi segenap masyarakat Buton benar-benar terwarisi. Meski ia sendiri sadar, jika wibawa, kharismatik dan popularitas yang dimiliki almarhum H. La Ode Manarfa diakuinya sulit untuk ia miliki sepenuhnya. Tetapi nama baik keluarga besar La Ode Manarfa harus tetap terpelihara, sebagai bagian dari sejarah panjang negeri ini.

Pak Halaka, ia lebih sreg dengan panggilan singkat itu, meski sebagian besar orang menyebutnya dengan Pak Haji. “Tidak jadi masalah dengan nama, yang penting saya dan semua orang bisa berkomunikasi, bertukar pendapat, serta bisa berbagai tentang apa saja dengan semua orang, itu yang terpenting,” katanya singkat.

Lalu bagaimana perjalanan hidup seorang Halaka? Halaka kecil terlahir di Kota Makassar saat sibuk-sibuknya sang ayahanda mengemban tugas Negara ditahun 57-an. Masa kecilnya penuh warna.  Ia masih ingat betul, saat itu berusia 4 tahun, Sulsel  ketika itu masih zamannya ‘gerembolan’. “Mobil Papi pernah ditembaki gerombolan dan saya tetap berdiri didalam mobil, saya tidak paham kalau itu berbahaya, saya tetap berdiri, ha..ha..ha” kenangnya.

Hal lain yang menjadi kisah kanak-kanaknya, adalah kegemarannya memanjat. “Saya pernah panjat gedung gereja depan rumah tinggal Papi hingga di atap, yang beribadah di gereja tentu bubar karena ada anak-anak diatas atap. Saya pun tidak bisa turun, terpaksa ditolong dengan menggunakan tangga milik PLN”.

Halaka kemudian ‘sempat’ bersekolah di SD Mangkura Makassar, lalu SMP dan SMA ‘putar-putar’ antara Baubau-Kendari-Makassar-Bandung-Jakarta. Tentu karena sang ayahanda saat itu banyak bertugas di Makassar-dan Jakarta. Sementara di Bandung ia mengikuti sang kakak, La Ode Izat Manarfa.

Masa kecilnya juga sempat dicicipi selama kuranglebih 2 tahun di Kendari, saat itu La Ode Manarfa serumah dengan gubernur Wayong saat itu. “Disinilah saya kerap bermain dengan Kanda Amirul, kebetulan Paman Tamim (ayah Amirul Tamim) bertugas di Kendari juga. Dengan kanda Amirul saya sering main kelereng sama-sama”.

Tak pernah menetap,  Halaka di pulangkan ke Baubau, tentunya untuk lebih mengenal daerahnya sendiri. Meski kemudian ke Jakarta lagi hingga tamat SMP. Masuk SMA, Halaka banyak bergaul dengan dunia luar. Menariknya, ia lebih suka bergaul dengan orang yang lebih dewasa darinya. Yang paling digemarinya justru menjadi penyiar radio. Media inilah yang mempertemukan Halaka dengan tokoh kritis Indonesia, Sri Bintang Pamungkas, termasuk istri pengusaha Pontjo Sutowo. Namanya Mbak Wini. “Tapi saat itu masih sama-sama menyiar di radio”.

Diakuinya, jika di Jakarta ia banyak bergaul dengan kalangan-kalangan ‘jetset’ saat itu. Namanya juga remaja. Lalu bagaimana pengawasan orang tua? “Jujur yang paling saya takuti justru Mami, saya paling takut sama beliau, sementara kalau dengan Papi, saya anggap teman, meski beliau sangat disiplin dengan sesuatu”.

Takut ‘salah jalan’ di Jakarta, Halaka dipulangkan oleh orang tuanya ke Baubau. Itu juga masih status pelajar SMA. Halaka sempat menolak, namun karena yang berbicara adalah sang Mami yang ditakutinya, ia terima. Dengan syarat, ia dibelikan radio pemancar AM. Permintaan disahuti. Maka berdirilah Radio Latalombo di Baubau saat itu. “Latalombo itu artinya, juru penerang” katanya.

Keberadaan radio ini lagi-lagi menjadi medium Halaka ‘merekrut’ berbagai kalangan, mulai anak polisi, anak tentara, anak pejabat, dan remaja dari berbagai profesi. “semuanya saya jadikan satu, pergaulan remaja saya meluas”.

Mendekati tamat SMA, Halaka sejak awal bercita-cita masuk ABRI, tapi Papi menolaknya, ia pun minta jadi Polisi, lagi-lagi Papi menolaknya. “Kamu itu punya bakat pemimpin, jadi jurusan kamu bukan disana” kata Almarhum La Ode Manarfa kala itu.

Keinginan kuat Halaka untuk menjadi prajurit TNI bukan tanpa dasar, semasa kecilnya ia sering melihat pistol Papi, bahkan ia juga pernah belajar menembak dari pak Mardianto. (Kini Menteri Dalam Negeri),”Waktu itu, kalau tidak salah beliau setingkat Komandan Yonif di Makassar. Bahkan saya terdorong dengan kharisma rekan saya. Namanya pak Mustofa (Kini Kapolda Maluku) mengispirasi saya masuk TNI-Polri, tapi apa boleh buat Papi melarang dengan alasan, bukan bakat dan wataknya”.

Singkat cerita, Halaka lulus di APDN, disini ia kembali bertemu kawan lamanya, Amirul Tamim. Banyak cerita semasa pendidikan tersebut. Selesai, kembali lagi ke Baubau, lalu kemudian masuk IIP Jakarta. Disini, ia kembali bertemu Amirul Tamim. “Beliau sempat memplonco saya karena beliau adalah kakak senior saya di kampus,” kenangnya.

Selesai dengan gelar doktorandus ilmu pemerintahan, Halaka kembali berkiprah sebagai PNS, hingga beberapa kali mendapat jabatan setingkat Kancam, Kasubag dan Kepala Seksi. “Tapi ada yang mengganjal, saya merasa ada pressing, sebab setiap saya menyelesaikan sesuatu, baru mau selesai, dipindahkan lagi, saya pikir ini ujian jadi birokrasi. Mau bertanya entah kemana, tapi naluri untuk membangun Buton sebagai sebuah negeri yang besar terus bergelora, saya ingin mundur sebagai PNS. Mungkin saya tidak cocok disana,” katanya.

Ditengah pencarian jati dirinya di tahun 1994, terlintas dibenaknya untuk menunaikan ibadah haji. Meski keluarga belum ada yang tahu rencana itu. Ia segera mendaftar dan menyetor biaya ONH, apalagi saat itu batas akhir pendaftaran. Mendengar hal itu, keluarga kaget bukan main. “Ada apa Halaka naik haji?, ada yang nangis, tapi intinya mereka terharu, mungkin saya saat itu dinilai orang yang tidak punya arah, bimbang dan sebagainya, padahal saya sudah punya anak-istri” katanya.

Sugesti ritual terus bergelora dibenaknya, dahaga rohani dalam tubuhnya, pun meminta air  untuk disiram air ukhrawi. Maklum Halaka era 80-90-an memang dikenal tokoh ‘geng’ Baubau,. “Tapi kami tidak pernah buat onar, justru kalau ada yang macam-macam di negeri ini, kami yang mengingatkan” katanya.

Singkat cerita, Halaka pun ketanah suci. Ada satu sumpah yang tak lekang dalam ingatannya hingga saat ini. Bunyinya demikan; “Ya Allah, beri aku kekuatan dan kesehatan dalam memenuhi Panggilan-MU, kalau tidak! Cabut saja nyawa ini”.

“Sumpah ini, saya ikrarkan saat tiba di Bandara King Abdul Azis Jeddah. Entah kenapa, saya yang saat itu diamanahkan sebagai ketua rombongan, bisa membantu jamaah sekuat tenaga, dan saya juga bisa menyelesaikan ibadah saya dengan baik. Semoga sempurna dihadapan Allah!. Bayangkan saya sempat melakukan ibadah ritual di gua hira malam-malam, bahkan saat tawaf, tujuh kali mutar, tujuh kali juga cium Hajar Aswat. Anehnya, saya dapat kemampuan membantu orang yang sakit. Artinya saya jadi dukun saat itu, ha..ha..”

Sampai di tanah air, profesi ‘dukun’ mulai melekat di masyarakat. “Saat itu saya tinggal di Tanah Abang, silih berganti orang datang berobat, atas izin Allah sembuh juga. Tapi kemudian saya sadar, kok saya jadi dukun, padahal saya ingin mengabdi di negeri ini. Saya salah, ha..ha..ha…namun yang pasti  jiwa saya menjadi tenang”.

Pergulatan bathin antara keinginan untuk membesarkan Butuni dengan posisi sebagai PNS dengan job yang tidak terlalu strategis terus bergolak, pada akhirnya ditahun 2000 memilih mundur sebagai PNS tanpa pensiun. Pilihannya ikut partai, meski sebelumnya beberapa tahun saat bestatus sebgai PNS sudah ‘curi-curi pandang’ dengan partai tertentu. Inilah awal pencarian Halaka menjadi sosok yang mulai dihitung pada belantika perpolitikan Sulawesi Tenggara. Namunya pun terus melambung sebagai seorang calon pemimpin masa depan.

“Saya ke Jakarta sempat tanya kepada beberapa perwira TNI saat itu. Saya Tanya pak Sulatin, saya tanya Ma’ruf (Mantan Mendagri), bertanya kepada pak Tamlica  Ali, dan bertanya kepada beberapa tokoh sipil saat itu. Kata saya, “suksesi kepemimpinan di Buton sejak awal 2000-an, itu masih proyek ABRI atau sudah masuk ranah proyek sipil? semuanya menjawab, itu sudah proyek sipil!.

“Saya pun kemudian masuk mencalonkan diri sebagai calon Bupati Buton, termasuk menjadi calon Walikota Baubau, dimana saya berhadapan dengan Kanda Amirul Tamim. Saya kalau tipis, dan saya ikhlas!” Lima tahun, Kanda Amirul,  telah berbuat yang terbaik kepada negeri ini. Makanya saya bersedia saja ketika kami sepakat untuk memimpin negeri ini di tahun 2008-2013. Sebagai Wakil Walikota, saya ingin menjadi wakil Walikota yang baik dan benar, itu sudah cukup!.

Drs H. La Ode Moch. Halaka Manarfa meninggal dunia di Jakarta pada hari Jumat , tanggal 14 Agustus 2009.  Halaka meninggalkan seorang istri, Ny. Wa Ode Gustini,  dan dua putri yakni Wa Ode Mufriha Halaka, SH dan Wa Ode Maya Maisarah Halaka.
http://www.baubaukota.go.id